Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu ( Ali bin Abi Thalib )

“ Property panggungku ga banyak koq bu. Cuma bangku-bangku yang kami bikin sendiri dari bekas kotak buah. Kotaknya kita bersihin terus dicat warna-warni. Hehehe. ” Katanya mengawali cerita.
“ Kotaknya, aku minta dari abang jualan buah di Pasar Becek, Bu. Hehe hehe! … Ngangkutnya pake motor bolak balik, hujan pula. Soalnya kami kan butuhnya banyak. Sedangkan satu kali jalan, aku cuma bisa ngangkut tiga kotak. Mana kotaknya kebanyakan kotor dan bau. Baju seragamku sampai ikutan kotor dan bauuu hahahaha.” Celotehnya sambil terus tertawa-tawa.



“ Ibu mau beli nggaaa tiketnya, tapi mahal lhoo ! haha haa.” Katanya masih ceria seperti kemarin. Aku tersenyum geli. Semahal-mahalnya tiket pentas dia, masih jauh lebih mahal tiketku pulang ke tanah air.
“ Oke, Ibu beli 6 tiket. Nanti Ibu transfer uangnya ke rekeningmu, yaaa.” Seketika matanya terbelalak, lalu berteriak sambil berjingkrak.
“ Yeaaaay … makasih ibuuu. Teman-temanku pasti senang. Love you mom. ” Diberinya aku kiss bye.

Kutembus tapal batas Brunei menuju Malaysia Timur, lewat jalur darat. Setelah itu, bergegas mengejar penerbangan terakhir dari Miri Airport ke kuala Lumpur Airport.
Di Miri pesawat delay 1 jam. Dilanjutkan penerbangan dari Kuala Lumpur ke Jakarta, pesawatnya delay lagi hampir 2 jam.
Aaargh … !! Bisa-bisa aku kehilangan moment persiapan terakhir, jelang pentas putriku.

Baiklah … aku istirahat di kamarku.

“ Ibuuu … Ibu pulang ? Benarkah ibu pulang demi menonton pentasku nanti malam ?” Suara lembut itu terdengar kekanakan.
“ Iya … “ Jawabku serak. Kutatap wajahnya sambil membelai kepalanya.
“ Oowh … makasih ibuuu, love you “ dipeluknya aku erat-erat.
Saat aku berusaha duduk, aku baru sadar bahwa dia sudah berseragam lengkap dengan tas dipundak. Kulirik jam dinding, masih jam 05.20.
“ Bu, aku berangkat ke sekolah lebih cepat ya. Harus koordinasi urusan teater. Aku penanggung jawab transportasi untuk crew dan tamu-tamu undangan. Aku tersenyum dan menganguk. Lega atas kemandiriannya.

" SAMPAH " adalah judul drama yang digelar.
Aku berdecak tak percaya. Putriku yang lembut dan manja, dipanggung ber-acting bagai preman pasar. Hiiih ... Merinding !
Dia sedang berperan sebagai anak SMA yang orang tuanya, melulu sibuk mencari uang. Kurang perhatian dan kasih sayang, diobati dengan bergabung dalam komunitas sampah.
Ya SAMPAH … sampahnya masyarakat.


“ Putriku sayang … cukup di panggung dirimu jadi preman. Ini sungguh pemandangan yang mengerikan. "

No comments:
Post a Comment