Tuesday, October 6, 2020

SUMPAH karena SAMPAH

Tugas 3.2 JW83
SUMPAH karena SAMPAH
Oleh :
Puji Hasti
Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu ( Ali bin Abi Thalib )
🌷 Lewat video call dia bercerita padaku tentang serunya mepersiapkan properti panggung. Saat itu adalah menjelang pentasnya di Taman Ismail Marzuki.
“ Property panggungku ga banyak koq bu. Cuma bangku-bangku yang kami bikin sendiri dari bekas kotak buah. Kotaknya kita bersihin terus dicat warna-warni. Hehehe. ” Katanya mengawali cerita.
“ Kotaknya, aku minta dari abang jualan buah di Pasar Becek, Bu. Hehe hehe! … Ngangkutnya pake motor bolak balik, hujan pula. Soalnya kami kan butuhnya banyak. Sedangkan satu kali jalan, aku cuma bisa ngangkut tiga kotak. Mana kotaknya kebanyakan kotor dan bau. Baju seragamku sampai ikutan kotor dan bauuu hahahaha.” Celotehnya sambil terus tertawa-tawa.
🌷 Akupun tertawa, sesungguhnya hanya karena melihatnya tertawa. Di satu sudut jiwaku terasa pedih. Betapa tidak, dulu kutulis belasan naskah skenario untuk pentas abang-abangnya. Aku punya team yang menyiapkan kostum dan property. A sampai Z pementasan, pra hingga pasca produksi, semua dibawah kendaliku.
🌷 Lalu anak ini, selepas SMP, mengikuti panggilan jiwanya. Dia bergabung di sebuah komunitas teater. Justru setelah jarak antara aku dan dirinya, terbentang di antara Bandar Seri Begawan ke Jakarta.
🌷 Besoknya, dia ngajak video call lagi. Dia tunjukan undangan pentasnya. Sedetik kuhafalkan tanggal yang tertera di tiket itu. 21 September, pukul 19.00.
“ Ibu mau beli nggaaa tiketnya, tapi mahal lhoo ! haha haa.” Katanya masih ceria seperti kemarin. Aku tersenyum geli. Semahal-mahalnya tiket pentas dia, masih jauh lebih mahal tiketku pulang ke tanah air.
“ Oke, Ibu beli 6 tiket. Nanti Ibu transfer uangnya ke rekeningmu, yaaa.” Seketika matanya terbelalak, lalu berteriak sambil berjingkrak.
“ Yeaaaay … makasih ibuuu. Teman-temanku pasti senang. Love you mom. ” Diberinya aku kiss bye.
🌷 20 September, Masih kuingat sore itu ...
Kutembus tapal batas Brunei menuju Malaysia Timur, lewat jalur darat. Setelah itu, bergegas mengejar penerbangan terakhir dari Miri Airport ke kuala Lumpur Airport.
Di Miri pesawat delay 1 jam. Dilanjutkan penerbangan dari Kuala Lumpur ke Jakarta, pesawatnya delay lagi hampir 2 jam.
Aaargh … !! Bisa-bisa aku kehilangan moment persiapan terakhir, jelang pentas putriku.
🌷 Benar saja, tiba di rumah jam 01.30. Kuintip kamarnya, dia sudah terlelap. Kuperiksa dua tas yang tergeletak di lantai. Satu tas sekolah berisi buku pelajaran sekolah. Satu tas lagi berisi kostum panggung dan aneka pernik untuk pentas. Dia sudah menyiapkan semuanya, sendirian.
Baiklah … aku istirahat di kamarku.
🌷 Terbangun untuk shalat subuh, karena seseorang mencium tanganku.
“ Ibuuu … Ibu pulang ? Benarkah ibu pulang demi menonton pentasku nanti malam ?” Suara lembut itu terdengar kekanakan.
“ Iya … “ Jawabku serak. Kutatap wajahnya sambil membelai kepalanya.
“ Oowh … makasih ibuuu, love you “ dipeluknya aku erat-erat.
Saat aku berusaha duduk, aku baru sadar bahwa dia sudah berseragam lengkap dengan tas dipundak. Kulirik jam dinding, masih jam 05.20.
“ Bu, aku berangkat ke sekolah lebih cepat ya. Harus koordinasi urusan teater. Aku penanggung jawab transportasi untuk crew dan tamu-tamu undangan. Aku tersenyum dan menganguk. Lega atas kemandiriannya.


🌷 Akhirnya malam itu, di panggung auditorium Taman Ismail Marzuki, pentas dimulai. Aku sudah duduk manis, dikursi yang paling strategis. Kamera sudah siap mengabadikan aksinya.
" SAMPAH " adalah judul drama yang digelar.
Aku berdecak tak percaya. Putriku yang lembut dan manja, dipanggung ber-acting bagai preman pasar. Hiiih ... Merinding !
Dia sedang berperan sebagai anak SMA yang orang tuanya, melulu sibuk mencari uang. Kurang perhatian dan kasih sayang, diobati dengan bergabung dalam komunitas sampah.
Ya SAMPAH … sampahnya masyarakat.
🌷 PLAAAKK ... PLAKK !! aku merasa ditampar bolak balik. Ini terasa sangat nyata dan serba tak terduga. Aku dibikin shock. Tentu saja, sebab aku tak pernah melihat latihannya. Tak pernah baca skenarionya.
🌷 Batinku berteriak,
“ Putriku sayang … cukup di panggung dirimu jadi preman. Ini sungguh pemandangan yang mengerikan. "
🌷 Terima kasih Tuhan. Sudah memberi peringatan, melalui sebuah pementasan. Aku ber-SUMPAH untuk menjaga putriku, agar tak jadi SAMPAH.”

No comments:

Post a Comment