Wednesday, October 7, 2020

Menantang Diri

Tugas NS-D2
Menantang Diri
Oleh : Puji Hasti
Memberi ilmu pada yang perlu, bagai menumpahkan air diatas spon, terserap sempurna ! Memaksa murid belajar yang tak dibutuhkannya, bagaikan melempar siksa di pundak guru. Mengapa terjadi orang tua murid, menyelesaikan tugas-tugas anaknya, dari guru yang dibayarnya ?
*****
Malam itu, Haka memperhatikan sudara-saudaranya mengerjakan PR matematika. Terkadang mereka berhitung pada jemari. Jemari itu pula yang kemudian sibuk menoreh angka-angka di buku tulis.
Besoknya, setelah selesai mengerjakan segala tugas rutin, Haka menghampiri abahnya.
“ Abah, Saya ingin bisa berhitung seperti saudara-saudara yang lain.” Haka membuka pembicaraan.
“ Betulkah ?” Abah tersenyum memandang putranya.
“ Ya abah, saya sangat ingin bisa berhitung.” Haka mengangguk.
“ Baik. Besok adalah hari pertama kamu belajar berhitung. Bersiaplah … ” Entah mengapa kata 'bersiaplah' pada ujung kalimat abah terngiang-ngiang di telinga.
Besoknya di meja abah ada tas berisi beberapa lukisan kaligrafi. Haka menerka-nerka bagaimana cara belajar berhitung dengan lukisan-lukisan kaligrafi.
Ternyata Abah mengajaknya pergi ke pinggir jalan raya dengan menenteng keranjang berisi lukisan-lukisan kaligrafi. Ketika melihat celah kecil diantara pedagang kaki lima abah menunjuk.
“ Ambil tempat disitu Haka. Semua orang berdiam ditepi jalan raya ini, untuk menjual barang dagangan masing-masing. "
" Lalu apa yang harus saya lakukan abah ?" Tanya Haka.
" Jual lukisan kaligrafi ini." Jawab Abah
" Tapi saya tidak tahu cara berjualan, Abah ." Haka resah.
" Mudah sekali, Berikan satu lukisan kaligrafi pada orang yang memberikan satu lembar uang seperti ini. “ Abah menujukkan lembaran uang seribu.
Abah mulai melatih Haka dengan sebuah simulasi jual beli. Selembar uang untuk sebuah lukisan. Dua lembar uang untuk dua lukisan. Demikian abah merubah-rubah jumlah lembaran uang. Dan Haka harus menyerahkan kaligrafi, sesuai dengan jumlah lembar uang.
Haka memusatkan perhatian untuk belajar dan berlatih dengan cepat. Dia faham abahnya sebentar lagi harus berangkat mengajar.
Akhirnya, abah benar-benar meninggalkannya sendirian disana.
Beginilah cara abah menantang dirinya untuk belajar berhitung.
Beberapa orang tua yang melintas disana terlihat tersenyum melihat bocah berumur tujuh tahun menawar-nawarkan berbagai lukisan kaligrafi yang indah. Yang pertama mendekatinya adalah seorang Ibu yang sudah sepuh.
“ Berapakah harga lukisan kaligrafi ini Nak ?” Tanyanya dengan lembut.
“ Satu lukisan untuk satu uang seperti ini, Bu.“ Jawab Haka menunjukkan lukisan dan selembar uang seribu.
Ibu itu tertawa, kemudian dipilihnya sebuah lukisan.

Pembeli kedua adalah seorang bapak muda memakai kemeja putih rapi dan kopiah. Setelah memilih dua lukisan kaligrafi dia menyerahkan selembar uang lima ribuan.
" Maaf Tuan, beri saya satu lembar uang seperti ini untuk satu lukisan. dua lembar untuk dua lukisan." Ujar Haka sambil menunjukkan lembaran uang seribuan.

Bapak itu menatap Haka sambil menarik nafas panjang.
" Nak, selembar uang ini sama dengan 5 lembar uang seribu yang kamu pegang."

Haka tertunduk dibayangkan wajah abahnya.
" Kalau berkenan kembalilah bapak nanti sore ke sini lagi. Saat ini saya hanya akan menuruti pesan pemilik barang ini. Mohon maaf pak." Ujar Haka.
Bapak Itu tersenyum, mengangguk lalu mengelus kepala haka
" Baiklah aku akan kembali lagi nanti sore."

Setelah Bapak tersebut pergi, pikirannya Haka berkecamuk. Banyak hal yang ingin ditanyakan pada abah. Rasa dihati juga campur aduk. Senang, karena mendapat pengalaman baru. Khawatir, saat para pembeli mengatakan yang tak dimengerti. Penuh harap, ketika lukisan kaligrafi mulai dilihat-lihat oleh orang lewat.
Setiap terdengar adzan, Haka pulang untuk shalat. Tapi Abah belum ada di rumah. Beruntunglah, ketika adzan Magrib Haka pulang dan bertemu abah. Haka menunjukkan sisa lukisan di tas dan menyerahkan semua uang .
Diceritakan pengalaman hari pertama berjualan dan diajukan banyak sekali pertanyaan. Abah mengajaknya duduk berhadapan dan mulai mengajari arti uang 5.000, 10.000 dan 20.000. Diajarkan juga apa yang dimaksudkan dengan 'uang kembalian' .
Sekali lagi Abah membuat simulasi. Abah berperan sebagai pembeli. Haka sangat antusias. Dia yakin pelajaran ini akan sangat memudahkannya berjualan besok.

Sepenggal pengalaman sudah melintas. Matematika cara abah bukan berhitung di atas kertas. Berdagang adalah tentang mental, Tentang harapan yang acap kandas dan sikap baik yang sering tak berbalas.

No comments:

Post a Comment