Wednesday, October 7, 2020

Aksara Dalam Mimpi

Tugas D1-NS
Aksara Dalam Mimpi
Oleh : Puji Hasti
Kapankah hati dikosongkan dari keakuan ? Agar ilmu yang masuk dalam jiwa tak lagi sekedar melambungkan keangkuhan.
*** *** *** *** ***
Seperti biasanya, sejak jam 7 pagi perkampungan itu sepi. Semua anak di kampung itu berangkat sekolah/madrasah. Bapak-bapak umumnya bekerja. Yang tersisa tinggal Ibu2 dan balita.
Para Ibu sibuk dengan urusan rumah tangga. Balita bermain dibawah asuhan para wanita dewasa.
Tapi tak seperti itu di rumah abah, semua anaknya berangkat sekolah kecuali Haka. Setiap pagi abah meletakan cucian baju sekeranjang besar. Haka, bocah laki-laki berumur tujuh tahun itu, bertugas mencuci semuanya.
Pada saat menjemur, terkadang beberapa ibu yang melihat Haka berbisik-bisik menggunjingkannya.
“ Kenapa yaaa, anaknya Pak Ustadz yang satu itu, koq tidak disekolahkan. Padahal kakak2nya sekolah semua.” Seorang ibu membuka obrolan. Bibirnya mengsol, matanya melirik dan mendelik.
“ Kalo menurut Aye nih yee, palingan entu bocah emang kagak pingin sekolah, males mikir kali. Hehehe.” Yang lebih muda meladeni obrolan dengan santai.
“ Owalah, yo opoo nanti gedenya ? anak laki-laki koq cuma disuruh nggarap kerjaan rumah. Melas'e rek. “ Ibu muda tinggi kurus menjawab sambil mengayun2 bayi yg digendongnya.
Haka, pura-pura tidak mendengarkan gunjingan ibu-ibu tetangga. Diselesaikan segera urusan menjemur baju.
Baru saja dia letakan ember di dekat sumur, terdengar suara abahnya,
“ Dicuci sekalian piring dan gerabahnya, Haka “
“ Baik abah “ Tanpa ba bi bu Haka segera mengumpulkan alat makan bekas sarapan dan perabot kotor dari dapur. Dengan tekun semua dicucinya.
Matahari sudah naik sepenggalah. Haka sangat Lelah. Dihampiri abah di meja kerjanya.
“ Sudah Bah, sudah selesai cuci piring.” Kemeja Haka basah sebagian.
“ Bagus, lalu ada apa kamu terus berdiri disitu ?” Abah tersenyum sambil menatap putranya.
“ Bah … emh … saya ingin belajar baca dan tulis Bah.” suaranya parau.
.
“ Kalau betul mau belajar baca dan tulis, sana kamu ngepel dulu satu rumah. Jangan ada yang terlewat. Habis itu kuras bak mandi. Terus isi lagi sampai luber.” Jawab Abah jelas dan tegas.
“ Baik abah “ Sekali lagi Haka melesat ke bagian belakang rumah.
Haka sedemikian patuh dan percaya pada abahnya. Abah adalah seluruh kecintaan dan kebahagiaannya.
Haka segera mengepel seluruh ruangan rumah. Tangannya sudah keriput terkena air sejak pagi. Butiran keringat terkadang menetes bercampur air pel di ember. Satu hal yang dia ingat-ingat, bahwa akhir dari semua ini, abah akan mengajarinya baca dan tulis.
Maka dikuras bak mandi yang dalamnya setinggi bahu Haka. Disikat semua dinding dan sudut-sudut bak mandi. Haka tidak ingin ada kesalahan dalam pekerjaannya itu.
Setelah selesai, Haka keluar dari bak dan mulai memompa air sumur sambil menadahi airnya dengan ember. Seember demi seember, diisikan ke bak besar itu.
Awalnya Haka memompa dengan tangan kanan. Lama-lama dirasakan sangat pegal, dia pompa dengan tangan kiri. itupun tak berlangsung lama. Haka kini menimba dengan kedua tangannya.
Dibulatkan tekad dengan tenaga yang tersisa, untuk menuntaskan syarat belajar dari abah.
Sekarang bak tak hanya penuh tapi sudah luber, seperti pesan abah. Haka menghadap abahnya dengan senyum puas.
“ Abah ..., saya sudah selesai menguras bak dan mengisinya lagi sampai luber.” lapor Haka di ambang pintu.
" Baik, masuklah. Sekarang kamu pijiti dulu punggung abah."
“ Baik abah …” Kata Haka tetap patuh, tak menghiraukan segala lelahnya.
Abah mulai tengkurap. Haka menahan pegal di bagian atas lengannya dan mulai memijiti punggung abahnya. Haka yakin sebentar lagi abahnya pasti siap mengajarinya baca dan tulis. Dia memijiti abahnya dengan sebaik mungkin.
Keheningan berpadu dengan keletihan, membawanya pada ngantuk yang sangat. Tanpa sadar dia tergolek diatas punggung abahnya.
Dalam tidurnya, Haka bermimpi dirinya berangkat ke sekolah, lalu belajar membaca dan menulis. Setelah itu, masih dalam mimpi, dia pulang ke rumah dan besoknya sekolah lagi, belajar baca tulis lagi. Besoknya hal itu terulang dan terulang terus, bolak balik ke sekolah.
Mimpi itu seakan sangaaat Panjang dan terjadi berminggu-minggu. Sampai akhirnya Haka membaca sebuah naskah yang panjang di depan kelas. teman-teman dikelas ramai bertepuk tangan.
Dalam keadaan sangat senang itu, Haka terbangun dari mimpi. Ternyata dia tertidur di Kasur abah. Dilihat abahnya sedang duduk di depan buku terbuka.
Haka berwudu lalu mencium tangan abahnya. Abah tersenyum menunjukkan pada Haka buku yang sedang dibaca abah.
Haka melihat dan saat itu juga dia mengingat seluruh pelajaran dari mimpinya. Haka mulai melihat deretan huruf dan ternyata semua mudah untuk dibaca dan dimengerti.
" Bacalah ... !" perintah Abah.
Haka membaca buku tersebut halaman demi halaman dengan sangat lancar.
Setelah itu, abah memintanya menyalin beberapa paragraf. Sekali lagi Haka ingat pelajaran menulis dalam mimpinya. Selama proses menyalin, Haka membaca lalu menulis semua dengan mudah.
Bahkan ketika akhirnya abah mendiktekan kalimat2, Haka dapat menuliskannya dengan baik tanpa kesalahan sedikitpun.
*** *** *** *** ***
Terkadang sesuatu terlihat buruk hanya karena berbeda dengan kebiasaan umum. Bukankah setiap ayah berhak mendidik putranya dengan caranya sendiri ?

No comments:

Post a Comment