Tuesday, January 11, 2022

Sosis Bakar Plus Nobar di Bawah Gemerlap Langit Andara

Ketika matahari terbenam untuk terakhir kalinya di tahun 2021, persiapan tahun baruan justru baru dimulai. Pasukan mulai berpencar dalam tugas masing-masing. 

Si Sulung menyulap balkon tempat jemuran, menjadi area nonton kembang api. Dia menggelar meja lipat dikelilingi 6 bangku plastik. Diatas meja disusun alat makan dan minum, serta beberapa botol soft drink. Untuk penerangan dia menarik Kabel ekstension dan menggantung lampu pada treepot microfon, hihihi … ngasal banget !

Pada waktu bersamaan, adiknya menyiapkan ruangan untuk nobar (nonton bareng). Meja ruang keluarga di geser ke samping. Di tengah ruangan kemudian digelar karpet. Bantal-bantal kotak ditaburkan begitu saja. Diatas meja ditata dua teko berisi es jeruk. Di sekeliling teko disusun cangkir-cangkir plastik. Dicukupkan begitu sajalah.

Adiknya yang satu lagi, memasang intalasi audio visual, biar tayangan saat nobar rada cetar menggelegar. Untuk beberapa trouble dia konsultasi pada ayahnya. Dia juga sibuk men-download film yang akan ditonton. Aku yakin andai si bungsu tahu, pasti dia teriak

“ Aduuuh ngapain download siiiih, streaming ajaaaa …” haha haa, dia memang generasi streaming

Saat itu, si Bungsu sedang pergi membeli popcorn, demi melengkapi keceriaan acara nobar. “Mumpung lagi diskon.” katanya. Masih sempat mampir ke toko kriuk cari cemilan manis satu macam dan dan kriuk yang gurih satu macam. Lalu dia menghidangkannya di ruang keluarga. 

Aku sendiri, asik menyiapkan sosis bakar. Sosis diberi sayatan pada dua sisi lalu ditusuk dengan tusuk sate. Untuk saos aku ngga mau ribet, cukup kecap dicampur saos tomat dan saos ekstra pedas. Lalu dilumurkan pada sosis dan kudiamkan agar saos meresap ke dalam.  Rencananya akan dibakar nanti sehabis nobar. Tak lupa satu plastik french fries di-defrozen, biar nanti siap goreng.


Ahaaa … sekarang acara siap dimulai. 

Jam 20.00 kami sudah duduk2 santai untuk Nobar film Shang Chi. Sebagian dari kami sebenarnya sudah nonton film ini, maklum sudah dirilis oleh Marvel sejak September 2021. 

Tapi egepe lah, yang penting nikmatin suasana ngumpul-ngumpulnya. Untunglah film Shang Chi ini, tetep asik walau sudah ditonton berkali-kali.

Acara nobar yang berakhir sekitar jam 23.00 Kami masuk acara kedua yaitu bakar-bakaran. Hidangan yang biasa saja, terasa nikmat disantap beratapkan langit cerah bertabur bintang. 

Menyeruak aroma sedap aneka bakar-bakaran dari rumah tetangga. Ada aroma jagung bakar, ikan bakar, daging bakar dan lain-lain. Dari atas kami intip sekeliling , Tampaklah tetangga kanan kiri juga sedang bakar-bakaran. Semua terlihat ceria dan gembira. Akhir tahun yang indah pikirku.

Dari arah balkon, sejauh mata memandang, terhampar atap rumah dan gedung bertingkat dengan kerlip lampunya. Mulai dari barat , utara, timur dan selatan, Hampir 270 derajat kami bisa menikmatinya. Hanya saja dari arah barat daya, pandangan terhalang ruang cuci setrika si mbak. Yaaa … salah sendiri, hahaha  !!

Balkon menghadap Jalan Raya Andara, yang sudah sangat ramai. Orang berjajar di sepanjang pagar trotoar. Semua menunggu detik-detik pergantian tahun. Di tepian jalan, motor dan mobil rapi terparkir.


Jam 23.45 kembang api provokasi sudah mulai di luncurkan. Yang lain membalas dari beberapa arah yang tidak terduga. Orang-orang berlarian untuk mendapat posisi dengan view terbaik. 

Aku sempat terpana, saat melihat mobil odong-odong menurunkan ibu-ibu berdaster dan belasan kanak-kanak. Mereka berteriak setiap kembang api meluncur disusul pecahannya yang menyerupai bintang-bintang kecil dalam berbagai pola.

Jam 23.59 sejenak senyap, seolah semua orang sedang berhitung mundur. Lalu tepat jam 00.00 suara terompet melengking disana sini. Langit tiba-tiba menyala, berhias jutaan bintang dari ratusan kembang api. Bau mesiu tak mengganggu kegembiraan kolektif.

Hingga pukul 00.15 Langit Jakarta masih tetap meriah, langit Depok tak kalah, Sedangkan Andara posisinya di tengah-tengah. Perbatasan Jakarta dan Depok. 


Memang wajar orang memilih menonton kembang api di jalan Andara. Pemandangan ke berbagai arah terbuka.  Jalan Raya Andara mengapit ruas awal jalan toll Desari di kedua sisi. Sehingga terbentuk sedikitnya 8 jalur mobil. 

JPO di sisi utara

Ada JPO (Jembatan Penyebrangan Orang) melintasi jalan toll di suatu ketinggian. Demikian juga putar balik Andara membentuk angka delapan, menghasilkan jembatan tambahan. jembatan-jembatan ini bisa dijadikan tempat menonton yang strategis.

Jembatan putar balik di sisi selatan

Malam tahun baru di Andara dengan pesta kembang apinya, tak ada panitia khusus, tak pernah juga ada undangan. Semua membakar kembang api atas kemauan sendiri. yang sekedar ingin menikmati ya tinggal menghadiri.

jam 00.30 ratusan sepeda motor dan juga mobil, berdesakan meninggalkan Andara entah kemana saja. 

Suara alam kembali hening, langitpun kini semakin bening. 

Kubisikan cita-cita diri, lalu kupanjatkan doa untuk keluarga, tetangga, saudara dan bangsa. 

Kukenang empat orang yang tak datang ... 

Selamat tahun baru, untuk kalian yang kurindu.


Teman-teman boleh banget kalau mau komentar atau sekedar tanya-tanya. Silahkan ditulis di kolom komentar dibawah yaaa. 

Baca juga petualang aku yang lain dengan klik link dibawah ini :

Tebing Koja, Wisata Dekat Jakarta yang Instagramable

Mencari Kuliner Halal di Street Food Pulau Reklamasi


#pestakembangapi

#tahunbaru2022

#sosisbakar

#nobarfilmshangchi

Wednesday, January 5, 2022

Mencari Kuliner Halal di Street Food Pulau Reklamasi

Penasaran pingin lihat pulau reklamasi versi terkini. Kabarnya kalau sore menuju malam,  di Pulau C ada street food. Sekalian pingin tahu China Town dan lihat sunset di pantai pasir Putih. Pasukan yang sedang kelaparan segera sepakat. Oke, Lets Go !!                                                                                                                                                     

Tebing Koja dan Danau biru Cisoka sudah kami tinggalkan jauh di Belakang. Pukul 14.00 sekarang. Masih terlalu siang Untuk pulang. 

Dipandu Google map lagi, kami bergerak balik ke Jakarta lewat pintu toll Balaraja Barat. Lalu menyusuri toll dari arah Merak ke Jakarta. Ketika bertemu Toll Lingkar Luar Jakarta kendaraan dibelokkan ke utara. 

Di persimpangan antara bandara Sukarno Hatta dan PIK (Pantai Indah Kapuk) kita pilih flay over, ke arah kanan. Yeaaay … kita sudah tiba di PIK 2 .

Turun dari fly over, langsung disambut pohon palm yang melambai anggun, berderet rapi di sisi kanan jalan. Sedangkan di kiri jalan berdiri megah gedung-gedung sekolah dan Yayasan Buddha Tzu Chi dan Tzu Chi hospital.

Tidak jauh melewati jalanan yang lebar dan rapi ini, kita naik jembatan untuk menyebrang ke pulau reklamasi. Pemandangan di depan mata adalah tugu putih berbentuk pilar-pilar lengkung. Di belakangnya sebuah pohon natal raksasa dengan hiasan kijang menarik kereta pembawa kado.

Di kiri jalan, langsung terlihat barisan tenda2 hijau. Ahaaa … inilah street food tujuan kita. 
Segera cari parkiran !


Berjalan kaki menuju food street, melewati taman bermain anak. Kemudian Kita masuk semacam gerbang berwarna biru melengkung setengah lingkaran. Tampaklah di satu sisi barisan stand kuliner  dengan tenda hijau, di satu sisinya lagi lebih banyak stand-stand berbentuk kubus yang eye catching

Meja makan dari kayu berderet rapi di tengah-tengah. Ini adalah area makan outdoor. Diatasnya Lampu2 bergantungan membentuk garis-garis lintasan yang cantik di sepanjang area street food.

Kami mulai berburu kuliner. 
Kaget juga, ternyata banyak tenda yg menjual menu babi. Sepertinya banyak pemilik stand adalah keturunan China. Tapi penjaga stand-nya banyak juga pribumi yang muslim, terlihat dari garis wajahnya ataupun jilbab yang dikenakan.

Karena kami semua sudah sangat lapar, sejak pagi berpetualang ke Tanggerang 

[ Yang belum baca, silahkan klik disini : Tebing Koja Wisata Dekat Jakarta Yang Instagramable ]

akhirnya kami bertahan disitu, dengan catatan berusaha memilah dan memilih menu yang paling aman untuk muslim. Yaa, pasti terkait dengan halal dan haramnya.

Pertama kali aku terhenti di stand rujak. Ahahaa ..., orang lapar niat makan rujak nih?
Tapi kebetulan berhadapan dengan stand wafel toping ice cream. Nah ini kayaknya halal deh. Pesan wafel dulu satu.

Saat memesan wafel, ternyata di sebelahnya ada stand aneka es buah, waah selain pasti halal ini mah seger banget. Pas buat buang cape di sore yang panas. Pesan deh Es teller dan es buah komplit, masing-masing satu porsi. Mangkoknya cukup besar, dan saat ditambah es serut jadi menjulang dari permukaan mangkoknya. Kayaknya bakalan kenyang banget deh.

Terhalang oleh kasir, masih satu stand dengan aneka es buah, ada nasi dengan menu yang Indonesia banget. Pesan satu porsi nasi dengan pepes. 

Kami mulai duduk-duduk di sekitar situ. Dekat kami ada kios burger. Nanya ke abangnya, ternyata beef nya bisa diganti chicken katsu. Yaudah ini juga bisa dipesan. 

Pas mau makan dibongkar dan dicermati chicken katsu-nya. Beneran ini mah daging ayam, ya udah pesan satu lagi.


Satu orang dari kami, masih berkeliling mencari makanan yang sreg. Lalu kembali bergabung setelah memilih Tacos Mexico isi daging.

“ Yakin halal ?” Tanyaku padanya.
“ Iya …, yang jualnya uda-uda Padang. Aku tanya halal apa engga. Dia sumpah bahwa tacos ini halal, isiannya ayam atau sapi.” Dia menjelaskan.

Oooh ya udah sih, kalau yg jual sesama muslim apalagi sampai bersumpah, ya sebagai pembeli kita di posisi aman.

Kami semua duduk menunggu, lalu semua pesanan diantarkan tak beberapa lama kemudian. Hampir semua makanan dan minuman menggunakan kemasan sekali pakai, lalu buang.

Aku bocorin aja, harga makanan dan minuman di food street Pulau C, buat ancer-ancer buat kalian yang belum nyicip kuliner disini.

Tapi ini harga Desember 2021 lho ya :

1. wafle dengan toping 3 macam es krim vanilla, strawbery dan coklat,  harga 35.000
2. es teller 50.000
3. es buah lengkap 50.000
4. nasi uduk pepes tahu 24.000
5. burger ayam 24.000 
6. tacos mexico satu dus isi 2 ,  isiannya ayam dan sapi harga 42.000 
7. es teh manis 5.000

Aku ngga tau, menurut kalian ini harga yg make sense atau tidak. Buat aku sih, ini bukan tentang belanja makanan tapi membeli pengalaman dan membayar suasana.

Acara makan sudah selesai. Semakin senja, langit beranjak redup. Lampu-lampu menyala, suasana jadi indah. Kami berjalan cepat dibawah lampu-lampu itu, untuk kembali ke parkiran. Niatnya pingin cepet ke Pantai pasir putih biar dapetin sunset

Tampaklah gerbang China Town di sebrang jalan. Cantik menggemaskan seolah memanggil kami untuk sekedar berfoto. 
Nyerah … kita mampir dulu lah sebentaran. Kenapa tidak !


Penasaran pingin masuk, tapi ternyata wajib scan bar code aplikasi peduli lindungi. Sedangkan diantara  kami ada yg belum di vaksin. Maka demi kekompakan, diputuskan untuk sekedar berfoto saja di bagian luar China Town. Aaah itupun serruu …


Setelah itu segera bergegas menuju Pantai Pasir Putih. Masih tetap dipandu Google maps, kami dua kali menyebrang jembatan penghubung antara dua pulau reklamasi, yaitu pulau C dan B.

Setibanya di lokasi ada Kejutan lagi. Terpampang pengumuman bahwa Pantai Pasir Putih ditutup untuk umum, OMG !! Mungkin antisipasi jelang perayaan malam tahun baru, entahlah.

Tapi anehnya koq sangat ramai, dengan tenda-tenda hijau yang mirip dengan street food di pulau C. Bahkan lebih ramai disini, mungkin karena ada live music-nya juga.

Akhirnya kami nekat parkir, dan coba lihat suasana pantai. Betul saja akses ke pantai di halang dengan road barier beton. Kebanyakan orang-orang duduk santai saja sambil makan dan cari angin.


Yaudah numpang foto-foto sebentar, kebetulan pas lagi sunset. Menyadari langit makin gelap, kami kembali ke mobil. Melewati dua kali jembatan, ke pulau B dan C lagi.
 
Dan Olalaaa … Dari ketinggian jembatan, tugu putih kini berwarna warni di tingkah lampu kelap kelip. Food street dan China town juga jauh lebih indah dengan gemerlap lampunya.

Google maps mengarahkan kami untuk menyebrang ke PIK lagi. Entah kenapa, dengan jalan memutar ke San Antonio Beach. Melewati blok Orchestra Beach dan Block Concerto Beach. 

Ruko di kiri jalan lebih banyak berbentuk kafe. Di pelatarannya parkiran cukup luas. Antara parkiran dengan jalan San Antonio dibatasi dengan jalur hijau berhias taman. Jalanan mobil luas dan rapi, pengerasan dengan paving block, di belah dengan jalur hijau ditengah-tengahnya. 

Lampu jalanan dan lampu kafe semarak diantara ramainya orang berlalu lalang. 
Daaan, kenapa ya, aku tak merasa sedang di Indonesia. Halu di malam hari kali yaa, owh Nooo ... !

Akhirnya kami menyebrang kembali ke pulau Jawa. Berdesakan di jalan toll yang macet berat. Di dua lokasi, kulihat Polisi sibuk menilang pengendara yang menggunakan bahu jalan toll. Aku cuma bisa nyengir. 

Lembut alunan lagu Ebit mengiring perjalanan “Aku Ingin Pulang ”. Petualangan hari ini sudah berakhir. Wellcome home ! Selamat datang kembali di kenyataan, hahaha ...


Buat teman2 yang mau tanya-tanya atau berkomentar silahkan tulis pada kolom dibawah. 
Simak juga seri catatan traveling aku di lokasi lain dengan klik link dibawah ini




Tuesday, January 4, 2022

Tebing Koja, Wisata Dekat Jakarta Yang Instagramable

Kali ini, iseng aja pingin refreshing ke destinasi yang masih seputaran JabodetabekNyoba googling, dapat ide buat jalan ke Tebing Koja di Tangerang

Sempat tercengang melihat foto-foto yang ditayangkan. Bukit batu besar, tampak seperti godzilla lengkap dengan kandangnya. Hei, heeei … koq keren banget ini tempat ! Kenapa juga aku baru tau.


Scroll ke bawah, nemu satu destinasi lagi, bernama Telaga Biru. Lho, ternyata berdekatan. Oke lah aku coba jalan kesana. Sekali jalan dapat dua tempat, bikin niat tambah mantap.

Besoknya, hangat mentari pagi menyalakan semangat, bagai menyeruput secangkir kopi beraroma sedap.

Cukup dipandu oleh Google maps, kami menyusuri jalan Toll Lingkar Luar Jakarta. Kemudian berbelok mengambil arah toll Jakarta - Merak. lalu keluar di gerbang toll Balaraja Barat.


Kami lanjutkan perjalanan, dengan melintasi Jalan Raya Serang. Hingga di suatu pertigaan, google maps mengarahkan kami untuk belok kiri ke jalan Raya Cangkudu - Cisoka. 

Beberapa kali menerabas genangan air, padahal cuaca cukup panas, aneh ! Penasaran, ku perhatikan tepi jalan. Saluran air terkadang mampet oleh sampah, jadi air justru mengalir di jalan raya, Hmm …

Matahari belum tepat diatas kepala, tapi prediksi kami, nanti di lokasi paling-paling cuma asik ekplorasi. Ya udah, kami amankan perut dengan lontong dan tahu isi.

Tiba-tiba, Google maps mengarahkan kami untuk berbelok tajam ke sebuah Gang bernama Pertigaan Pala. Mulailah kami menapaki jalanan dengan pengerasan coran. Jalanan hanya cukup satu mobil, pada saat berpapasan dengan sepeda motor, kami harus melambatkan kendaraan. 

Untunglah kupilih weekday untuk perjalanan ini, jadi rada sepi. Sempat satu kali berpapasan dengan mobil dari arah berlawanan. Kudu saling pengertian dan mau mengalah. Mundur sedikit, mencari jalanan yg pinggirannya agak luas. 

Jalanan meliuk membelah sawah yang membentang. Terkadang  merunduk dibawah ribunan pohon yang meneduhkan di sepanjang kanan dan kiri jalan.


Terkadang juga melewati deretan rumah penduduk. Sering kami temukan warga memarkir sepeda motor di tepi jalanan yang aslinya tuh sudah sempit. 

Akhirnya tibalah kami di suatu tempat, dengan banner besar bertuliskan, 
“SELAMAT DATANG DI TEBING KOJA”

Ketika mobil dilambatkan, empat bocah berlarian menyambut kami. Penuh semangat mereka berteriak

“Parkir sini Bu, ayo-ayoo ... parkir sini.” Mereka mengarahkan kami untuk parkir di rumah warga. 

“ apa ngga ada parkiran khusus wisatawan ?” pikirku.

Lihat di Google Maps, sebetulnya kami belum sampai, tinggal sedikit lagi. 

“ Apakah betul, ini tempat parkir untuk ke tebing Koja ?” Tanyaku pada anak2 itu.

“ Betul … betul … betuuul !!” seru bocah-bocah itu hampir serempak.

“ Mana tebing Koja nya ?” Tanyaku lagi.

“ Masuk kesana, menyusuri gang di samping rumah ini !!” Suara parau seorang bocah, sambil mengarahkan telunjuk.

Hmm ... Ini adalah rumah warga. Halamannya kira-kira muat untuk 5 mobil. Sudah terparkir 3 mobil dengan plat B. Seorang nenek keluar dari dalam rumah melempar senyum sambil mengangguk.


Baru saja memutar stir untuk masuk parkiran, sebuah sepeda motor mepet menghampiri pintu supir. Pengendaranya seorang pemuda berkaos hitam, bertanya,

“ Permisi, Ibu dan rombongan mau ke Tebing Koja ? Bukan disini tempatnya. Maju sedikit lagi baru sampai.” Katanya serius tanpa turun dari sepeda motornya.

“ Engga, engga … dia bohong ! Ini sudah sampai di tebing Koja.” Seru bocah-bocah itu ramai.

 “ Ibu, mau ke Tebing Koja kan ? Bukan di sini, beneran … maju sedikit lagi. Kalau di sana, ibu bisa naik perahu. Kalau dari sini, jalannya juga harus lewat kuburan.” Sorot mata pemuda itu melempar suatu isyarat yg kuat. 

Tapi bocah-bocah tetap bertahan. Mereka beramai-ramai meneriaki pemuda tersebut dengan sengit.

O’ow drama apa ini ? Kupikir aku harus segera memutuskan. 

“ Oke, makasih arahannya ya Mas. Tapi ngga apa-apa, kami parkir disini saja.” Kataku berusaha sopan pada pemuda itu. 

Pemuda berkaos hitam, menyisir bocah-bocah itu satu per satu dengan pandang tak suka. Akhirnya dia berlalu tanpa pamit.

Sejujurnya, keputusanku hanya terdorong oleh kesungguhan bocah-bocah umur 11 tahunan ini. Dan aku tak ingin menghempas senyum seorang nenek, yang berdiri penuh harap di depan pintu rumah.

Setelah rapi memarkir, Nenek tersebut segera menghampiriku sambil menyodorkan karcis kecil bertulis Parkir Rp.10.000. 

“ Apakah harus dibayar sekarang ? Ataukah nanti saat kami pulang ?” Tanyaku dengan sikap dan nada sesopan mungkin.

“ Sekarang saja, jadi nanti tinggal pergi.” Jawab nenek tersebut.

“ Baiklah Nenek, kalau begini peraturannya.” Bisik hatiku. Sambil beramah tamah dengan obrolan ringan, kuserahkan uang sesuai tarif.

Urusan parkir selesai dan bocah-bocah itu bubar. Tapi ada satu bocah dengan baju koko selutut, mengikuti kami. Dia menunjukan pada kami, jalan menuju Tebing Koja. Masuk gang dengan lebar sekitar satu meter, tepat disamping rumah nenek tadi.

Jalanan lurus diberi pengerasan paving block, melewati  sekitar sepuluh rumah. Ada induk ayam, menyebrangi paving block, mengawal anak-anaknya. Ada tiga kambing, bergegas belok menghindari berpapasan dengan kami. Oh Tuhan … ! 

Setelah itu jalanan hanya tanah lembab. Hmmm … suasananya seperti di belakang rumah nenekku di sebuah dusun terpencil di Jawa Tengah.

“ Maaf karcisnya bu, per orang Rp.5000.” Dua pemuda menyapa dengan senyum ramah.

“ Oh, oke. Boleh saya lihat karcisnya ?” Aku cuma cari aman, sebab tak kulihat ada semacam gerbang atau pintu masuk area wisata.

“ Maaf Bu, karcisnya habis, sedang difotocopy lagi.” Aku merasakan ada getar dusta, tapi mau gimana lagi, aku cuma bisa tertawa. Kurogoh kantong dan membayar untuk enam orang.

Kamipun melanjutkan perjalanan ditanah yg terkadang datar terkadang menurun.
Lalu disisi kanan kami ada pagar rendah terbuat dari bambu. Dari sana tebing batu mulai tampak menyembul di antara semak yg menghalang pandang. 

“ Whaaa …,  akhirnya kita sampai juga !” Seruku 

Pada turunan terakhir, terhamparlah tebing-tebing batuan. Lumayan indah untuk membuang kepenatan akibat rutinitas.



Untuk mencapai tebing-tebing tersebut, kami harus melewati gubuk-gubuk (maaf-kumuh) tempat orang berjualan. 

Bocah dengan baju koko, masih menguntit kami. Kutaksir umurnya sekitar 12 tahun. Dia banyak menunduk dan sedikit tersenyum. Aku sapa dia,


 “ Hai Nak, maukah kamu tunjukkan, kemana kami harus bergerak pertama kali ?” Area tebing Koja ini, memang minim rambu atau petunjuk arah untuk wisatawan.

“ Mulai saja dari celah batu yang itu, Bu.” Katanya sambil menunjuk. Mata bocah ini selalu menghindar dari tatapan. 



“ Maukah kamu menemani kami keliling mengitari Tebing Koja ini ?” Tanyaku berusaha ramah.
Dia mengangguk, lalu bergegas berjalan mendahului kami. 

Setelah melewati celah batuan tersebut, ada semacam tangga terpahat di bebatuan untuk membantu orang mencapai puncak bukit kecil.

Di puncak, kuedarkan pandang ke sekeliling . Tebing yang menyerupai tembok panjang yang kulihat saat googling, terletak agak jauh dari kami. Harapanku nantinya aku bisa mendekati.

Sedikit berkeliling di puncak, ada semacam ceruk besar dibawah kaki kami.
“ Kalau Ibu mau, saya bisa turun kebawah untuk memotret ibu dan rombongan .” Si Bocah berinisiatif.

“ Oh gitu ya. Ya udah, ayo turun bareng Ibu saja. Biar nanti kita berdua yang motretin rombongan ibu.” Jawabku disambut anggukan kepalanya.


Sambil berjalan, Si Bocah beberapa kali menunjukkan spot yang cocok untuk selfie. Aku mencoba usulannya, Dan Haaai ... oke juga ide-idenya, dan bagus sudut pengambilan gambarnya. 


Bocah ini membantu memotret kami sekeluarga dengan HP kami masing-masing. Ternyata dia hafal dan sangat jeli menentukan sudut  pengambilan gambar. 

Kami berkeliling menikmati bebatuan besar menjulang. Pemandangan yang jarang kutemui sehari-hari. Tapi tebing panjang tak juga bisa kudekati. Ada juga batuan tipis dan tinggi yang bertuliskan larangan untuk didaki.

Daerah ini memang awalnya adalah tempat menambang pasir. Dan artinya semua bebatuan menjulang ini, adalah yang tersisa setelah seluruh pasirnya dikeruk. Kemudian hujan mengisi daerah2 yang rendah menjadi semacam danau.

Yaa ..., pada akhirnya menurutku lokasi ini memang instagramable, sangat cocok untuk tempat berfoto. Pantas saja menurut orang, Tebing Koja banyak dipakai sebagai tempat foto prewedding.

Hampir satu jam kami disana, hanya bertemu sekitar 4 rombongan lain yang bergantian datang dan pulang

Puas berfoto ria, kami putuskan segera kembali ke parkiran. Tak lupa memberi uang saku sepantasnya untuk si bocah berbaju koko. Dan dia terlihat senang.

Masuk mobil langsung nyess dingin, lupa kalau di luar cuaca Tanggerang cukup panas . Alunan lagu Fatin, “Bersama Pelangi dan Hujan” menawarkan suasana ceria

Mentari sudah tergelincir ke arah barat, dan kami masih ingin menuju Danau Biru. kemudian mengakhiri hari dengan 


Teman-teman ..., silahkan tinggalkan komentar atau pertanyaan, pada kolom yang disediakan dibawah. 

Dan silahkan simak juga seri traveling aku yang lain dengan klik link dibawah ini





#tebingkoja
#kandanggodzilla
#tebingkojatanggerang
#kojacliffpark