Belitung, adalah tentang beningnya air, birunya langit dan alang-alang liar yang dulu pernah ditatap nenek
Rasanya tak
percaya, pada akhirnya kujejakan kakiku di Tanjung Pandan, Belitung. Ini kota kelahiran ayah dan kedua adiknya. Aku memang baru berani ke Belitung
setelah ayah wafat. Masih terngiang ditelingaku pesan ayah,
“ Kalau
ayah nanti mati, jangan kalian ziarahi aku dan memohon-mohon pada kuburanku.”
Kalau sudah
begitu , cukup dengan senyum nakal aku menjawab,
“ Aku janji
deh tidak akan ziarah ayah. Tapi aku akan ziarahi Ibu. Masalahnya, ibu sudah sering
titip amanah, kelak makam ibu dan ayah harus tepat bersebelahan. Jadi maaf yaa
kalau nanti ziarah ibu, otomatis ngga sengaja ziarah ayah juga kan. Dan aku janji
ga akan memohon atau meminta apa-apa pada kuburan. Toh minta tolong sama orang
hidup jauh lebih mudah dan bermanfaat.”
Begitulah …
ayah selalu mengaitkan istilah ziarah dengan memohon pada kuburan, atau meminta
pada orang mati. Padahal aku perhatikan orang-orang yg ziarah justru mendoakan
orang-orang tercinta yg sudah wafat, di kuburannya.
Aku tak ingin
debat panjang dengan ayah apalagi pada masa tuanya. Untungnya aku, seumur hidup belum
pernah mendengar ayah, secara langsung melarangku ziarah nenek Fatimah.
Sekarang, aku sengaja membawa
keluargaku ke Belitung, menapak-tilas sejarah leluhurnya. Berharap mereka selalu ingat, ayahku lahir di Tanjung Pandan
dan nenekku wafat di Gantung- Manggar.
Berangkat dari
Jakarta dengan pesawat pukul 05.55, tiba di Bandara Hanandjoedin – Tanjung Pandan
pukul 07.00. Mas Yudha, Driver Hotel sudah siap menjemput kami. Barang2 di drop
di Lugage hotel sebab check-in masih lama, jam 13.00.
“ Kemana
kita bu ?” tanya Mas Yudha.
“ Cari sarapan
makanan khas Belitung di Tanjung Pandan.
Sesudah itu langsung ke Gantung dan Manggar.” Jawabku.
Perjalanan
menuju Rumah Makan, melewati Rumah Sakit Tua yang sekarang sudah tidak dipakai.
Mataku nanar membayangkan nenek, tentunya pernah dibawa kesana, untuk melahirkan
ayah.
Sambil
menyantap sepiring Mie Belitung dan secangkir Es jeruk kunci, aku bingung, masih tak punya jawaban kalau Mas Yudha bertanya lebih spesifik, ke Gantung dan ke Manggar
itu ke mana-nya? Sebab Gantung adalah nama kecamatan di kabupaten Manggar. Sedangkan
Manggar sendiri adalah nama ibukota Belitung Timur.
Untung Mas
Yudha tak banyak bertanya. Selesai sarapan langsung saja memacu mobil ke ujung
Timur pulau Belitung. Lebih dari satu jam perjalanan kami sampai di percabangan
jalan arah ke Gantung dan ke Manggar.
“ Ibu Ingin
ke gantung dulu atau ke Manggar dulu ?” Tanya Mas Yudha sopan
“ Emmh … Gantung
… “ Jawabku asal saja. Aku sedang terpana, di percabangan itu ada pemakaman tua dan tidak terurus. Ingatanku langsung tertuju pada Nenek Fatimah. Tapi aku tak punya alasan untuk berhenti dan memeriksa makam satu demi satu. Sedikitpun aku tak tahu di pemakaman mana sebenarnya terdapat makam nenek Fatimah.
Mobil
melaju ke arah Gantung, berhenti di SD Muhammadiyah Laskar pelangi. Mas Yudha mengantar aku ke spot-spot yang biasa di datangi tourist domestik.
Disitu aku temukan murid-murid duduk manis di kelas, tanpa seorang guru. dan aku membuka dialog dengan mereka. Ternyata umumnya mereka sangat lugu, sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mudah dan umum. Yang aku kagum adalah mereka aktif dan mencoba terus untuk menjawab pertanyaan walau berulang kali salah. Aku sungguh suka karakter itu.
Disitu aku temukan murid-murid duduk manis di kelas, tanpa seorang guru. dan aku membuka dialog dengan mereka. Ternyata umumnya mereka sangat lugu, sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mudah dan umum. Yang aku kagum adalah mereka aktif dan mencoba terus untuk menjawab pertanyaan walau berulang kali salah. Aku sungguh suka karakter itu.
Di luar kelas,
kutemukan tiga murid yang tidak mau masuk kelas. Mereka melumuri tubuhnya dengan
tanah dan membawa daun untuk properti menari. Menyenangkan berdialog dan bergurau
dengan mereka.
Kenanganku kembali pada ayah. Dulu ayah adalah orang pertama yang membuka sekolah Muhammadiyah di kota
Gombong Jawa Tengah. Habis perhiasan Ibu untuk membiayai pendidikan
murid-murid ayah. Mereka menginap dan makan gratis, diprivat kelas akselerasi,
diberi buku-buku. Guru bukan dibayar, tapi membiayai murid. Itu hal yang lumrah
zaman dulu.
Puas
berkunjung di SD laskar pelangi aku singgah ke tepi danau. Visualnya sangat
instagramable. Berhias rumah keong terbuat dari rotan. Beberapa perahu
bersandar di dermaga-nya.
Kutatap
alang-alang yang tumbuh di tepi danau. Air jerih dan langit biru. Segenap hatiku
berteriak dalam dada,
"Hai alang alang liar ... Kabarkan padaku dimana kubur nenek ?
untuk kutumpahkan rindu yang terpendam sejak masa kecilku
Duh danau
yang indah … Pernahkah nenek memandangmu?
Tunjukkan tempat nenek berdiri dahulu, biar kuulang lagi adegan itu!
Wahai semilir angin, bukankah engkau pernah membelai selendang nenek?
lihat Ini jilbabku sudah basah dengan air mata cinta.
Tunjukkan tempat nenek berdiri dahulu, biar kuulang lagi adegan itu!
Wahai semilir angin, bukankah engkau pernah membelai selendang nenek?
lihat Ini jilbabku sudah basah dengan air mata cinta.
Aaargh ... langit
biru, engkau kah yang dahulu sering ditatap nenek?
Coba jelaskan dengan wajah semanis apakah nenek memandangmu ?
Coba jelaskan dengan wajah semanis apakah nenek memandangmu ?
Lihatlah aku
sekarang berdiri disini dalam tangisan rindu yang tak bersambut."
Aku terisak-isak
sendirian. Adzan duhur beriring tabuhan beduk.
Ya, setengah hariku di Belitung, masih tersisa segenggam optimis hari ini akan ada petunjuk tentang nenek.
Ya, setengah hariku di Belitung, masih tersisa segenggam optimis hari ini akan ada petunjuk tentang nenek.
Catatan :
Simak akhir dari kisah pencarian jejak nenek di Belitung dalam judul :
Belitung (5) Antara Manggar & Tanjung Pandan Kureguk Dua Rindu
Sedangkan buat yang belum baca kisah sebelumnya silahkan klik judul berikut
Belitung (1) Nenekku Di Gantung Di Manggar
Belitung (2) Akan Kupamerkan Rapor & Izajah Ayah Pada Nenek
Belitung (3) Dia Tetap Hidup Mendapat Rezeki Di Sisi Tuhan
Lanjut KISAH ADE yang lain dalam seri IBU dengan judul dibawah ini
Ibu, Biduan yang Mampu Menghapus Lukisan Seram Di Dinding
Ibu, Menyulap Balita Jadi Nenek Nginang
Sedangkan buat yang belum baca kisah sebelumnya silahkan klik judul berikut
Belitung (1) Nenekku Di Gantung Di Manggar
Belitung (2) Akan Kupamerkan Rapor & Izajah Ayah Pada Nenek
Belitung (3) Dia Tetap Hidup Mendapat Rezeki Di Sisi Tuhan
Lanjut KISAH ADE yang lain dalam seri IBU dengan judul dibawah ini
Ibu, Biduan yang Mampu Menghapus Lukisan Seram Di Dinding
Ibu, Menyulap Balita Jadi Nenek Nginang
Uhuk uhuk ...
ReplyDeleteJadi ikutan sedih
cup cup cuuup, jangan nangis yaaa. "Biar kutanggung sendiri duka ini " heheee ... Makasih ya sudah mampir. ini teh siapa ya tertulis namanya UNKNOWN
DeleteNgga nyerah kan buu?... semangaat...
ReplyDeleteMasih semangaaat .... heee makasih setia hadir disini
ReplyDelete