Sunday, April 19, 2020

Ibu, Biduan yang Mampu Menghapus Lukisan Seram di Dinding



Di masa kecil, sungguh mengerikan bangun tidur tanpa ada ibu disampingku. Pemandangan pertama saat kubuka mata adalah dinding dan langit-langit kamar yang terbuat dari anyaman bambu, dengan tekstur dan warna yang tidak rata.

Cat putih yang sering terkena air hujan menyebabkan beberapa bagian dinding bambu terlihat membentuk gambar. Ada gambar nenek tua yang seram. Ada juga gambar binatang aneh dengan gigi-gigi yang panjang. Dan banyak sekali gambar lainnya.

Sayangnya, orang dewasa tidak melihat itu semua. Tidak ayahku, tidak juga kakak-kakakku. Hanya ibu yang ingin tahu bagaimana menurutku, lukisan-lukisan seram yang terbentuk dari bekas air hujan di dinding. Maka meski takut, aku sering berusaha menujukkan garis-garis yang membentuk lukisan-lukisan itu.

Andai bisa memilih, aku ingin selalu terbangun karena ibu membangunkanku. Ibu akan meletakan kepalaku dipangkuannya, lalu menggelitik telapak kakiku sambil bernyanyi lagu-lagu ceria.
“Bangun, bangun, hari sudah siang. …” Sampai tamat lagu kemudian disambung lagu lain.
“Bersinar matahari o o o, o o o.  Memberi terang dihati o o o, o o o. Bunga berkembang, cantik jelita. Hewan bersorak, hore hore hore hore.“ Ibu bernyanyi sementara tangannya menarikan gerakan yang khas.


Kalau aku sudah bisa tertawa, ibu akan menggerak-gerakan tanganku sambil bernyanyi.
“Bangun tidur ku terus mandi. Tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi ku tolong ibu. Membersihkan tempat tidurku.”

Setelah itu, barulah perlahan-lahan ibu mengajak aku turun dari tempat tidur, lalu bersenandung sambil terus meliuk-liukan kepala.
“Di timur matahari mulai bercahaya, bangun dan berdiri kawan semua …”

Itu semua hanya jika ibu membangunkanku. Tapi pagi ini aku terbangun sendiri. Aku tak berani melihat dinding. Kupandang langit-langit kamar. Disana seperti ada gambar perahu, dengan dua penumpang. Tapi tunggu, aku lihat satu penumpang lain di belakangnya. Tubuhnya besar sekali perutnya buncit dan whoaaa ... mukanya jelek dan terlihat bengis.

Aku ketakutan dan menangis terisak-isak sendiri. Mencoba memanggil ibu tapi suaraku terlalu lirih.  Ada rasa khawatir raksasa itu tiba-tiba menoleh ke arahku, kalau aku bersuara keras.

Salah satu dari kakakku mendengar dan menemukanku menangis. Dengan santai dia melaporkan keadaanku pada ibu. Sesibuk apapun Ibu, akan segera menghampiriku. Mengulurkan tangan untuk menggendong.
“Kenapa, kenapa? Hehehe. Koq nangis sih … cup cup cup.“

Seperti biasa Ibu hadir dengan senyum lebar dan tatapan ceria. Dinyanyikannya lagu-lagu riang, supaya aku mau berhenti nangis. Digendongnya aku lalu didudukan di sebuah kursi di pojok ruangan.
“Duduk disini, ngga usah nangis ya. Tunggu sampai bapak dan semua kakakmu berangkat. Nanti Ade sarapan bareng Ibu.”

Seperti pagi-pagi yang lain suasana rumah kami yang kecil sangat ramai dan sibuk. Bapak selalu bergegas sebab tidak mau tertinggal jemputan kantor. Tujuh orang kakakku sibuk bersiap sekolah, ataupun kerja. Ada yang mengantri kamar mandi sambil membantu ibu menyiapkan sarapan. Ada yang sedang sarapan. Ada yang sibuk menyiapkan buku untuk dibawa sekolah.

Aku perhatikan orang sekeluarga berlalu-lalang. Disela-sela kesibukannya mengurus orang seisi rumah, ibu selalu menyempatkan untuk melirik ke arahku sambil melempar senyum lebar. Mengangguk-anggukkan kepala, sambil menaikan alis.

Menjelang pukul tujuh, satu per satu orang keluar dari rumah. Ibu bolak balik ke pintu menemani kakak-kakak berangkat sekolah sambil mengatakan berbagai hal. 
"Ngga ada buku dan alat tulis yang ketinggalan kan? PR dan tugas-tugas sudah dibawa semua?"
"Kalau nyebrang jalan raya hati-hati ya! Nengok kanan kiri dulu! Adikmu dituntun yang bener!"

Setelah semua berangkat, keadaan yang semula bagaikan huru hara tiba tiba hening. Ibu menarik nafas lega, lalu duduk di depanku. Disodorkannya sebuah pisang untukku. Saat aku hendak menyentuhnya Ibu langsung bernyanyi gembira.
“Jika ku makan pisang, tidak dengan kulitnya. Kulit kulempar kranjang. Kranjang apa namanya? Kranjang sampah namanya.” Setelah mengupas kulit pisang, Ibu menuntunku ke tempat sampah untuk membuang kulit pisang, sesuai lagu.

Lalu seperti tebak-tebakan Ibu bernyanyi,
“Jika ku makan Jeruk, tidak … “ Ibu memintaku melanjutkan lagunya.
Dengan perlahan aku lanjutkan lagunya
“Tidak dengan kulitnya, kulit kulempar kranjang, kranjang apa namanya ? Kranjang sampah namanya.” Ternyata suaraku serak. Ibu bertepuk tangan sambil terus mengganti nama buah-buahannya dengan duku, rambutan, durian, dan lain-lain. Walaupun yang kumakan hanya pisang.

Setelah itu ibu menyiapkan air hangat untukku mandi. Dilantunkan sebuah lagu kesukaanku.
“Ayo de ayo, ayo pergi mandi. Mandi sendiri tak usah di tolong bibi. Bersihkan badanmu tangan dan kakimu. Pakai sabun wangi tak usah ditolong Bibi. Bung cik cik bung cik ciiiik, Bung cik cik bung cik cik, Bung cik cik Bung.“ Ibu bergaya seolah orang sedang menyiram tubuhnya dengan gayung berisi air.

Aku bertepuk tangan sambil ikut bernyayi “Bung cik cik, bung cik cik bung.”
Tak terasa ibu melilitkan handuk ke tubuhku lalu perlahan menarik aku ke kamar mandi. Dinginnya kota Bandung di pagi hari, membuatku enggan untuk mandi. Tapi keceriaan yang ditawarkan ibu, sungguh menggoda.

Ada saja lagu yang pas dengan kegiatanku. Baik lagu berbahasa Indonesia ataupun lagu daerah. Saat menggosok gigi ada lagunya, mengeringkan tubuh dengan handuk ada lagunya, melihat gambar di baju ada lagi lagunya. Sampai aku rapi bersisir dan memakai bedak tak henti henti ibu mengajakku bernyanyi dan bicara.

Ibuku adalah biduanku, yang mampu menghapus ketakutanku pada lukisan seram di dinding dan langit-langit kamar dengan lagu-lagu ceria.

*) Nah teman-teman, masih ingatkah apa saja lagu yang dinyanyikan ibumu dimasa kecilmu? Dan mukjizat apa yang kalian dapat dari lagu ibumu? hehehe. share dan jawab di kolom komentar dibawah ini ya. makasih ...

**) Baca CERITA ADE yang lain dengan klik judul dibawah ini :

Ibu, Menyulap Balita Jadi Nenek Nginang
Ibu dan Misteri Delapan Kelinci

Belitung (1) Nenekku di Gantung di Manggar
Belitung (5) Antara Manggar & Tanjung Pandan Kureguk Dua Rindu

***) ilustrator : IZZU https://www.instagram.com/izzuddindotkom/



11 comments:

  1. Kenangan indah bersama ibu 🤗

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Iya Teguh, semua cerita ini hampir berulang sempurna pas Teguh balita. ehehe ...

      Delete
  3. Meni nineung.
    Andai saja waktu bisa diputar ulang

    ReplyDelete
  4. Gatau nada nya, jadinya ngarang nada pas baca wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehe hehe ... siaaap Rashya, kita coba susun versi MP3 atau Youtube. Mohon bantu doa dan semangatnya yaaa ...

      Delete
  5. Seorang ibu yang mengagumkan, perkasa tapi penuh kelembutan. Seorang ibu panutan ����

    ReplyDelete
  6. Haaai ... Makasih sudah kirim komen disini. Semoga Tuhan membantu kita untuk menjadi orang tua yang baik, seperti yang dicontohkan oleh ayah dan ibu kita. Amin Ya Rabbal Alamin. Silahkan baca serial KISAH ADE dalam judul2 yang lain.

    ReplyDelete
  7. waktu kecil, pernah mimpi serem. mimpi kalo mama saya ketembak dalam peristiwa yang seperti sebuah scene film action. Mungkin dari kecil saya memang suka film action, sampe kebawa mimpi. Pas terbangun, saya cerita ke papa tentang mimpi itu, sambil nangis. Lalu papa bilang kalo mimpi mama meninggal, itu berarti mama umurnya panjang. saya berhenti nangis sambil mikir, apa iya ya? satu kejadian di mimpi bisa berarti kebalikannya. Ternyata, papa benar. Papa lebih dulu meninggal, dan mama masih menemani saya sampai sekarang. Mudah-mudahan saya masih bisa lebih berbakti pada beliau. Aamiin.

    ReplyDelete