Monday, April 20, 2020

Ibu, Menyulap Balita Jadi Nenek Nginang



Bagi banyak orang mungkin ibuku hanyalah seseorang yang ada di dunia. Tapi di masa kecilku, ibu seakan-akan seluruh duniaku. Keterpisahan dari ibu adalah mimpi buruk. Kekhawatiran terbesar adalah ditinggalkan oleh ibu.

Sayangnya, ibu justru setiap pagi memintaku berkunjung ke rumah tetangga. Tetangga di kanan dan kiri rumah ataupun depan rumah. Kebetulan mereka bertiga sudah sepuh dan hampir sepanjang hari sendirian.

Biasanya aku menemani mereka moyan atau nyeupah, keduanya adalah istilah dalam bahasa Sunda. Moyan adalah aktivitas berjemur pagi. Nyeupah adalah tradisi membersihkan mulut dengan sirih, kapur, pinang, gambir dan tembakau. Aktivitas Nyeupah ini oleh sebagian orang disebut menyirih, sedangkan ibuku sebagai orang Jawa menyebutnya dengan istilah Nginang.

Pagi itu, seperti biasa setelah meyisir rapi rambutku, dan memberi bedak bayi di wajahku. Lalu kami berdua minum teh hangat. Ibu minum satu mug besar, untukku satu cangkir kecil.

“ Ibu beres-beres rumah sebentar, ya. Ade temani nenek dulu.” Pinta ibu.
Aku mengangguk dan perlahan mendekati pintu rumah sebelah. Pintu itu setiap pagi dibiarkan terbuka. Melihatku datang, nenek langsung tertawa, melambaikan tangan, mengajakku duduk di sebelahnya. Nenek senang bercerita apa saja padaku.

Seperti biasa, aktivitas pagi nenek adalah nginang. Nenek biasa menunjukkan caranya padaku. Di letakan selembar daun sirih di telapak tangan. Lalu diolesi kapur yang lunak. Kemudian nenek memintaku meletakan serpihan gambir dan pinang diatasnya. Lalu daun sirih dilipatnya dengan rapi. Akhirnya Nenek meletakan gulungan sirih itu di mulutnya lalu dikunyah-kunyah.

Mulut dan gigi nenek sampai merah semua. Berkali-kali nenek membuang ludahnya di kaleng kecil, yang disebut tampolong. Terakhir Nenek akan membersihkan geliginya dengan irisan daun tembakau.

" Adeee, Adeee ... ." Kudengar suara ibu memanggilku, itulah saat yang membuatku lega. Meskipun nenek sangat baik, aku tetap khawatir ibu pergi tanpa aku. Untunglah dinding bambu memudahkan kami saling mendengar suara antar rumah tetangga. Sehingga aku tetap bisa mendengarkan suara-suara ibu sedang mengurus berbagai hal di dapur dan di sumur.

Aku berpamitan pada Nenek, dan berlari pulang ke rumah. Ibu memelukku sambil menanyakan apa saja yang aku lakukan di rumah nenek.
“ Aku membantu nenek nginang, Bu. Aku menata pinang dan gambir di atas daun sirih. Kata nenek aku pintar.” Ibu tertawa sambil bertepuk tangan.

Setelah membawaku cuci tangan di dekat sumur, ibu mengeringkan tanganku pada lap serbet yang sejak subuh selalu bertenger dipundaknya.

“ Nah sekarang Ade belajar masak nasi goreng yaa.” Kata ibu setengah tertawa.
“ Tapi aku takut api di kompor Bu.”
“ Iya Ibu tahu, makanya Ibu akan ajari Ade masak tanpa api.”
Aku lega mendengarnya.

Ibu memberiku nasi hangat setengah piring. Lalu menyodorkan wadah garam.
“ Coba nasinya dikasih garam sedikit.” Kata Ibu dengan senyum lebar.
Aku menjumput garam dengan jemari kecilku dan menaburkan di atas nasi.
“ Nah sekarang teteskan minyak jelantah. “ Ibu meletakan kaleng jelantah di sebelah piringku. Kuhirup aroma minyak jelantahnya wangi bawang goreng. Lalu ku tuang satu sendok kecil ke atas nasi.
“ Sekarang Ade aduk-aduk ya sampai rata, semua bulir nasi harus kena garam dan minyak.”
Akupun segera sibuk mengaduk nasi dengan sendok, sementara Ibu menyiapkan sarapan untuk dirinya.

“ Naah, kalau sudah rata, Ade boleh taburkan bawang goreng diatasnya.” Kata Ibu sambil menyodorkan piring kecil. Aku mengerjakan semua dengan gembira, lalu Ibu mencicipi.
“ Hemmm enaaak … Nanti kalau Ade sudah besar pasti jago masak.” Kata ibu sambil mengacungkan dua jempol. Aku tertawa senang.

“ Sekarang ayo kita sarapaaaan.” Seru ibu dengan gembira. Aku mulai makan dan memang rasa nasi goreng ini enak sekali, menurutku.

“ Ibu makan lauk apa ?” tanyaku sambil mengintip piring Ibu
“ Lauk kencur mentah. Ade mau cicip? Tapi kencur agak pedes dikit rasanya.”
Aku menutup mulutku sambil geleng kepala.
“ Kenapa ibu makannya lauk kencur bu? “ Tanyaku lagi
“ Sebab, kencur baik untuk kesehatan. kencur mengobati masuk angin dan bikin tenggorokan plong, jadi kalau nyanyi suaranya bagus. “ kata ibu sambil tertawa.
“ Ooooh … “ kataku mengangguk-angguk.

Ibu bangkit mencuci dan mengiris kunyit mentah. Lalu menyusunnya dengan cantik di piringku.
“ Nih Ade coba makannya lauk kunyit. Ini sih engga pedas.” Kata Ibu sambil senyum-senyum
Kuambil sepotong, mencoba mencium baunya, setelah itu menjilatnya.
“ Kenapa aku harus makan lauk kunyit bu?” Ibu malah tertawa ditanya seperti itu.
“ Karena Kunyit juga baik untuk kesehatan. Saat dimakan, kunyit mengobati luka di semua saluran pencernaan kita. Disini …, disini …, disini … daaan disiniiii … .” Dengan telunjuknya ibu menunjuk mulutku, tenggorokanku, lambungku, lalu perutku dari atas sampai ke bawah. Aku tertawa karena geli.

“ Buu, apakah orang lain juga, kalau sarapan, lauknya kencur dan kunyit?” Aku bertanya.
Ibu mendadak berhenti makan dan terkekeh.
“ Orang lain meminumnya dalam bentuk jamu, beras kencur dan kunyit asem. Atau mereka jadikan bumbu pada sayur. Tapi kita belum punya sayuran dan lauk pauk untuk di masak, jadi kita makan bumbunya saja.”
“Ooooh … .” Aku mengangguk dan tersenyum. Sekali lagi Ibu tertawa.
“Ayo cepat dimakan nasi goreng lauk kunyit. Kalau sudah habis, nanti ibu tunjukkan sebuah sulap.”
Aku senang mendengarnya, segera aku habiskan seisi piring. Melihatnya Ibu bertepuk tangan
“Horeee … Ade pinteeer, makannya cepat.”
“Kan kata Ibu, mau ada sulap.” Kataku menagih janji. Ibu menuntunku ke kamar mandi. Diambilnya sikat gigi dan diolesi pasta gigi.
“Aku sudah gosok gigi bu, tadi waktu mandi.” Aku bingung, bagaimana ibu bisa lupa.
“Kalau gosok gigi lagi, nanti ada sulapnya.” Mata ibu berbinar dengan alis diangkat.
“Ooooh … .” Aku tersenyum dan segera gosok gigi.



“Sim salabim adakadabra, Ade berubah jadi nenek-nenek nginang.” Ibu berlaga menyulapku. Disodorkannya padaku cermin kecil. Olalaaa … mulutku merah semua, persis orang nginang. 

Aku perhatikan di cermin, gigiku kuning-kuning bekas menggigit kunyit. Tapi saat terkena pasta gigi warnanya berubah jadi merah. Bulu sikat gigiku juga, dari putih berubah menjadi berwarna oren tua. Aku dan Ibu tertawa Bersama

Itu adalah pengalaman pertamaku belajar memasak. Ibu selalu punya cara seru, untuk menjadikan acara sarapan seadanya, menjadi istimewa dan tak terlupakan.

*) Apa masakan yang pertama kali kamu buat? Jangan bilang mie instan ya, wkkk ... . Silahkan  tinggalkan komen pada kolom dibawah yaaa ... Makasih.

**) Baca CERITA ADE yang lain dengan klik judul-judul dibawah ini yaaa ...

Ibu dan Misteri Delapan Kelinci
Ibu, Biduan yang Mampu Menghapus Lukisan Seram di Dinding

Belitung (1) Nenekku di Gantung di Manggar
Belitung (5) Antara Manggar & Tanjung Pandan Kureguk Dua Rindu


6 comments:

  1. Ibu sering mengajariku memasak, tapi knp sampai sekarang tetep ga hobby memasak ya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tenang ... ada go-food,hehehe. Bahkan di saat pandemi covid 19 seperti sekarang.

      Delete
  2. Semasa kecil aku pernah nginang juga, diajarin bakul lalapan di lereng pasir layung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaa ... ini tradisi masyarakat Indonesia yang mulai hilang. Generasi saya hanya pernah melihat nenek-nenek melakukannya dan mungkin mencobanya sekali-kali. Generasi milenial mungkin cuma pernah membacanya sekali-kali. Jadiii ... ayo tuliskan atau bikin tutorial-nya di youtube, hehehe

      Delete